INDONESIA adalah pasar yang potensial bagi produk industri, tak terkecuali telekomunikasi. Pasar ini dibidik oleh banyak pelaku usaha atau entrepreneur. Populasi penduduk yang mencapai 225 juta jiwa merupakan salah satu indikator yang logis. Estimasinya, jika mampu merebut pasar sepuluh persen saja dari jumlah tersebut dikalikan nilai produk yang terjual, maka itu berarti profit yang amat menggiurkan.
Kini geliat teknologi informasi dan telekomunikasi demikian merebak dan men-cengangkan, mengalir tak terbendung. Sungguh fenomenal, perangkat telekomunikasi yang disebut telepon seluler telah dikantongi oleh semua kalangan, sehingga kemana pun pemakainya itu pergi masih dapat berkomunikasi dengan mengaktifkan alat bantu yang super praktis tersebut.
Memiliki telepon seluler atau handphone (HP), dengan berbagai variasi bentuk dan keunggulan sesuai minat pemiliknya, pada awalnya merupakan bagian dari gaya hidup yang dominan (gengsi). Masalahnya hanya kalangan tertentu saja yang mempunyai dan menggunakannya. Terlebih lagi, tarif percakapan dan layanan pesan pendek SMS pada saat itu tergolong mahal. Tapi kini HP sudah jadi kebutuhan untuk menunjang kelancaran segala aktivitas, dan dimiliki hampir semua orang. Mulai dari penjaja asongan sampai pengusaha kenamaan, komunitas siswa hingga mahasiswa, tua-muda, kaya-miskin, orang desa-orang kota, dan seterusnya. Para pebisnis, misalnya, bisa secara praktis saling kontak dengan relasi atau rekanannya melalui telepon seluler guna melancarkan dan meningkatkan usahanya.
Maka, tak mengherankan kalau Indonesia dengan penduduknya yang padat itu, menjadi rebutan pasar produk seluler dan perangkat penunjangnya. Ratusan juta telepon seluler digunakan, pabrikan HP saling berebut pasar, kemudian provider (operator) penyedia sarana jaringan saling berkompetisi.
Menjadi mafhum, perang tarif produk HP maupun operator kian menjadi-jadi dan “gila-gilaan”. Dampaknya harga HP serta tarif percakapan dan SMS semakin murah, sehingga masyarakat di kalangan bawah pun bisa berkomunikasi jarak jauh melalui HP itu. Jelas, ini merupakan dampak positif bagi masyarakat luas.
Meskipun masih dirundung situasi ekonomi yang tak menentu, aktivitas telekomunikasi telepon seluler terus meningkat saja. Jadi, pengguna HP tidak memusingkan situasi ekonomi itu lagi berjalan seperti apa, yang penting komunikasi dengan siapa pun, pihak mana pun, dan kapan pun tetap jalan. Ternyata justru melalui sarana komunikasi inilah bisa mendongkrak kualitas aktivitas di berbagai bidang – seperti bisnis, jasa, pendidikan, perekonomian, dan sebagainya. Pendeknya, hampir semua bidang bisa secara efektif ditingkatkan dengan penunjang komunikasi seluler, sehingga langsung atau tidak langsung membawa dampak kehidupan yang lebih bergairah dan berkualitas.
Bagaimana tidak? Efektivitas komunikasi jarak jauh ratusan hingga ribuan kilometer cukup dengan biaya yang murah, tanpa harus bertatap langsung atau bersemuka (dengan komunikan) yang posisinya jauh itu, dan tentunya jika bersemuka akan menghabiskan banyak biaya, waktu yang lama, serta jangkauan jarak yang nun jauh di sana.
Namun demikian, tarif murah dalam berkomunikasi tanpa dilengkapi fasilitas atau kemudahan seperti jangkauan luas, sinyal kuat, suara jelas, nyaman, nyambung terus, maka tarif murah tersebut hanya merupakan isapan jempol belaka. Percuma saja, murah tapi tidak lancar. Jika slogan murah dan lancar terealisasi dalam penggunaannya, barulah benar-benar membawa berkah bagi masyarakat luas, terutama masyarakat kelas bawah.
Industri informasi dan telekuminkasi memang menjadi idola bagi para entrepreneur di bidang tersebut, meski tak sedikit kendala. Produk seluler terus bersaing, saling berebut pasar. Pemain-pemain lama masih mendominasi, sementara pemain-pemain baru terus membidik dan membayang-bayangi. Di sisi lain, daya beli masyarakat belum pulih, rata-rata average revenue per user merosot, belum lagi sekitar 70-90 persen kartu perdana yang terjual tidak diisi ulang alias dibuang (hangus). Artinya, hanya 10 sampai dengan 30 orang dari 100 orang, yang berlanjut mengisi ulang pulsa pada kartu perdananya itu.
Dalam iklim persaingan bisnis yang makin ketat, provider XL tetap pada komitmennya memberikan layanan terbaik bagi pelanggannya (yang berkualitas), yakni mereka yang aktif menggunakan telepon seluler dengan operator XL tersebut. Bukan pengguna yang hanya menghabiskan pulsa kartu perdananya, habis itu buang. Dengan semboyan XL nyambung terus, provider XL bertekad memberi kenyamanan pelang-gannya itu dengan tarif termurah, nyambung terus tak putus-putus, sehingga melancarkan komunikasi seluler bagi semua lapisan masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat kelas bawah sekalipun.
Kita sadar, bahwa teknologi informasi dan telekomunikasi amat penting dan memang sangat dibutuhkan serta menjadi bagian dari denyut kehidupan. Apa jadinya, jika hari gini nggak punya HP untuk berkomunikasi? Kita akan ketinggalan zaman, stagnan, statis, dan pasif. Namun, di balik itu kita mesti arif dalam menyikapi bergulirnya abad informasi dan telekomunikasi ini, sehingga kita tidak tergerus arus globalisasi era informasi dan telekomunikasi itu sendiri.
Oleh: Imron Samsuharto (Editor Senior Penerbit Effar & Dahara Prize)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar