Dalam artikel
sebelumnya telah dibahas mengapa Trade Marketing merupakan ‘game-changer’ dalam
situasi krisis yang pernah,sedang dan suatu saat akan kita hadapi lagi. Kini
pertanyaannya, Trade Marketing seperti apa yang dapat menjadi ‘game changer’.
Seperti telah saya kemukakan sebelumya, sudah terlalu banyak salah kaprah
tentang ‘trade marketing’ ini.
Trade
Marketing kini identik dengan sekelompok orang yang mengerjakan pekerjaan yang
tidak dikerjakan oleh team (consumer) marketing dan team sales. Di beberapa perusahaan,
trade marketing menjadi sekumpulan orang yang tugasnya melakukan administrasi
atas kegiatan team sales yang menggunakan anggaran promosi. Disebagian tempat,
dengan mendirikan departemen dan merekrut seorang Trade Marketing Manager,
perusahaan beranggapan mereka sudah menjalankan Trade Marketing. Yang paling
parah, Trade Marketing diidentikan dengan trade promotion, jadi kalau ditanya
seberapa penting trade marketing, jawabannya : sangat penting, oleh karena
itulah kami memberikan trade discount. OMG!
Bagi saya,
seperti selalu saya kemukakan diberbagai kesempatan, lebih dari sekedar hal-hal
remeh yang telah dikemukakan diatas, trade marketing haruslah menjadi ‘way of
thinking’ dan ‘way of life’ bagi pelaku bisnis consumer goods, utamanya. Jadi
bila kita hendak me-launch suatu produk baru, selain melakukan consumer study,
sudah seharusnya kita juga melakukan shopper study. Jika kita melibatkan
konsumen dalam proses pengambilan keputusan, sudah seharusnya juga kita
melibatkan retailer dalam riset-riset kita dan pengambilan keputusan
sesudahnya. Setidaknya meminta tanggapan mereka.
Karena itu
juga seringkali dikatakan berlangsungnya aktivitas trade marketing di suatu
perusahaan merupakan suatu evolusi. Di tahap awal trade marketing hanya
berfungsi adminstratif, mendata, mencatat kemudian melaporkan penggunaan dana
promosi oleh team sales. Tahapan berikutnya, trade marketing mulai memberikan
‘advis’ berdasarkan pengetahuan dan informasi yang mereka miliki (retail audit,
consumer study). Kemudian di tahapan lebih lanjut, trade marketing mulai
dilibatkan dalam aktivitas planning karena kombinasi pengetahuan mereka
mengenai channel dan produk yang sudah lebih mumpuni. Pada puncaknya, trade
marketing sudah merupakan bagian tak terpisahkan dari strategi perusahaan
karena ‘shopper proposition’ sama pentingnya dengan ‘consumer proposition’.
Dalam
kerangka berpikir yang lebih luas, trade marketing yang sudah tahap visioner
menjadi jembatan penting integrasi strategi supplier/manufacturer dengan
retailer. Dimana dalam tahap itu hubungan manufacturer/supplier dengan retailer
sudah berada pada tahap ‘business alliance’ (strategic development), jauh dari
sekedar ‘transactional’ (traditional selling) yang sangat bersifat jangka
pendek.
Lalu seperti
apakah trade marketing yang sebenarnya? Yang sejatinya trade marketing yang
‘excellent’ harus dibangun diatas fondasi yang kuat dan ditopang oleh eksekusi
yang disiplin. Inilah yang sebut sebagai ‘the right to play’ dan ‘the right to
win’. Memiliki ‘the right to win’ berarti strategi trade marketing Anda
memiliki hal-hal yang diperlukan untuk mendominasi pasar. Ini berkaitan dengan
apakah anda akan memenangkan persaingan dengan semua kompetitor anda.
Untuk
jelasnya, suatu produk tidak bisa menang di semua segmen, tapi dengan strategi
yang tepat kita bisa memilih disegmen mana kita akan fokus berkompetisi. Di
sisi lain, kita bisa memilih ceruk pasar tertentu di area tertentu. Jika ceruk
pasar tersebut dapat dipertahankan (defensible), menarik dan menguntungkan
(lucrative) dan kita memiliki hal-hal yang diperlukan untuk menang, maka kita
dapat mendominasi segmen tersebut.
Dengan
demikian jelaslah bahwa memiliki ‘the right to win’ berarti tidak ada
kompetitor yang mampu memberikan lebih baik dari apa yang dapat anda tawarkan
ke retailer. Ini berarti produk anda menjadi yang pertama muncul di benak
retailer jika mereka membutuhkan sesuatu yang berkaitan dengan produk/kategori
yang anda miliki/kuasai.
Tapi
cukupkah hanya memiliki ‘the right to win’? Banyak perusahaan kemudian terjebak
disini. Dengan anggaran trade promotion yang mereka miliki, fokus kegiatan
trade marketing kemudian adalah pada aktivitas-aktivitas bersama retailer dan
karena tanpa didukung fondasi yang kuat maka aktivitas tersebut berkisar tidak
jauh dari pemberian discount, cash-back, purchase with purchase, itu saja.
Padahal kita tahu, konsumen tidak kemudian meningkatkan konsumsi susu dari 2
gelas per hari menjadi 4 gelas per hari hanya karena kita memberikan discount
25%. Tidak juga orang yang sebelumnya tidak minum susu lalu berubah menjadi
peminum susu hanya karena kita memberikan cash-back 25%. Fondasi inilah yang
disebut sebagai ‘the right to play’.
Pertanyaan
muncul kemudian, apakah dengan tanpa memiliki ‘the right to play’ lalu kita
tidak bisa ‘menang’? Jawabannya: bisa. Ini yang kemudian menjadi senjata bagi
mereka para penganut ‘short-termism’, para pengejar tujuan jangka pendek. Yang
penting dalam satu-dua tahun saya sukses, saya segera dipromosikan, resikonya
menjadi tanggungan penerus saya. Familiar dengan hal ini?
Jadi, ini
memang pilihan. Membenahi fondasi (the right to play) yang memang perlu effort
khusus dan makan waktu, atau langsung kerjakan segala macam promosi untuk
mengejar target penjualan, meskipun tahu akibat yang ditimbulkannya. Mulai dari
menumpuknya stok di rak, di gudang toko, gudang distributor, gudang kita
sendiri. Barang dalam jumlah besar mendekati ‘expired date’nya. Produk
didistribusikan di channel atau area yang bukan targetnya. Sampai turunnya
market share secara perlahan namun pasti. Karena itu tak perlu jauh-jauh
mencari ‘pembunuh’ brand anda, mereka ada disekitar anda, didalam perusahaan
anda sendiri.
Lalu tahapan
apa saja yang dikelompokkan sebagai ‘the right to play’ atau fondasi dari
‘excellent strategic trade marketing’? Yang pertama adalah daftar registered
outlet, kemudian channel classification dan outlet data-base, yang ketiga
adalah route-to-market analysis dan yang keempat channel strategy. Keempat hal
ini wajib dimiliki sebelum kita dapat membangun strategi trade marketing yang
paripurna.
Tiga tahapan
berikutnya dikelompokkan kedalam ‘the right to win’ adalah optimisasi key
driver (assortment, merchandising, harga jual retailer dan in-store promotion),
eksekusi di toko (winning execution in the winning stores) dan ‘profitable
growth through winnning in shelves’. Anda dapat menjalankan ketiga tahapan ini
tanpa keempat fondasi diatas, namun prosesnya ‘painful’ karena belum tentu
sesuai kepentingan satu channel/area dengan channel/area yang lain, tidak sesuai
dengan ‘brand strategy’ dan hasilnya tidak akan bertahan lama (not
sustainable).
Ketujuh
tahapan inilah yang saya sebut sebagai ‘The Seven Degrees of Strategic Trade
Marketing Excellence’. Dalam artikel-artikel berikutnya akan kita bahas satu
per satu tahapan tersebut. In the meantime, sudah seperti apakah trade
marketing dijalankan di tempat anda?
4 komentar:
gr5 titanium | Titanium Art | www.titanium-arts.com
GR5 Ti, 3/4" titanium carabiners x titanium teeth k9 4" HX, 1/4" x black titanium wedding bands 5" - 3/4" WX, 3/4" garmin fenix 6x pro solar titanium - 3/4" - 2/4" x 3/4" - 1/4" - 5/4" - 1/2" - 2/4" - 4/4" - 1/2" - 4/4" titanium curling wand - 1/2" - 1/2" -
use this link sex chair,horse dildo,wolf dildo,wholesale sex toys,dildo,wolf dildo,dildo,dildo,wholesale sex toys Click This Link
c258e5grzbw695 g-spot dildos,penis sleeves,cheap sex toys,sex toys,dildo,vibrating dildos,sex toys,dildos,dildos p599z0fjlea606
kx659 Cheap Jerseys china,wholesale nfl jerseys,jordans for sale,Cheap Jerseys free shipping,cheap nfl jerseys,cheap nfl jerseys,wholesale nfl jerseys,wholesale nfl jerseys,cheap jerseys mo561
Posting Komentar